Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Arkeolog Temukan Reruntuhan Kota Kuno Mittani dari Dasar Waduk

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sebuah kota kuno berusia 3.400 tahun muncul dari permukaan waduk yang mengering di Kota Mosul, Irak utara. Arkeolog juga telah mendapatkan 100 tablet yang berisi informasi penting untuk melengkapi sejarah yang ada saat ini.

Tiga tahun lalu kekeringan menurunkan ketinggian Waduk Mosul di Kurdistan, Irak, secara singkat. Saat itu kekeringan mengungkapkan sebuah kota yang menurut para arkeolog mungkin adalah Zakhiku, pusat Kerajaan Mittani pada Zaman Perunggu.
Kini ketika kekeringan terjadi lagi pemukiman itu muncul kembali dari Waduk Mosul atau dulu dikenal dengan nama Waduk Saddam Hussein. Kekeringan karena perubahan iklim ini pada satu sisi mengancaman kehidupan sebagian besar bagi rakyat Irak, tapi di sisi lain memberi kesempatan bagi para arkeolog menjelajahi situs penting dari kekaisaran Mittani itu.
Saat ini pada arkeolog berpacu dengan waktu untuk menyelidiki kota yang telah berusia 3.400 tahun. Jika tidak, saat aliran besar air sungai Trigis yang berhulu di Turki, kembali memenuhi tempat itu sehingga mereka akan kehilangan kesempatan berharga.
Para arkeolog menemukan lebih dari 100 sabah atau tablet tanah liat kuno. Dulu peradaban Mesopotamia wilayah yang berada di lembah Sungai Tigris dan Eufrat menggunakan menuliskan berbagai informasi di tablet atau semacam prasasti. Tablet yang terbuat dari tanah liat yang dibakar namun kadang kala tidak melalui proses itu.
"Kota itu, yang ditemukan oleh tim arkeolog Jerman dan Kurdi, berasal dari era Kekaisaran Mittani, di Zaman Perunggu, dan pernah terletak di Sungai Tigris," tulis laporan Universitas Freiburg dalam sebuah pernyataan yang dirilis, Senin (2/5).
"Kota yang luas dengan istana dan beberapa bangunan besar bisa jadi merupakan Zakhiku kuno diyakini sebagai pusat penting di Kekaisaran Mittani (kira-kira 1550-1350 SM lalu)," imbuh pernyataan tersebut.
Penggalian, yang dilakukan oleh arkeolog dan Direktur Museum Nasional dan Purbakala Duhok di Wilayah Kurdistan/Irak, Hasan Ahmed Qasim, dan arkeolog dari dari Universitas Freiburg, Jerman, Ivana Puljiz, serta peneliti Universitas Tübingen Peter Pfälzner, berlangsung pada Januari dan Februari 2022.
Mereka melakukan eksplorasi di wilayah yang dalam sejarah disebut Mesopotamia sebuah lokasi yang berada antara Sungai Tigris dan Efrat. Tempat yang dihuni banyak peradaban ini merupakan tempat peristiwa-peristiwa penting bagi agama-agama saat ini.
Ivana Puljiz menjelaskan bahwa Irak adalah salah satu negara di dunia yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim. Untuk mencegah tanaman mengering, sejumlah besar air telah diambil dari reservoir Mosul sebagai penyimpanan air terpenting di Irak sejak Desember. Dampaknya permukaan air di waduk menurun sehingga mengungkapkan kota Zaman Perunggu yang telah tenggelam selama beberapa dekade.
Dalam pernyataannya, universitas mengatakan bahwa kota kuno yang baru-baru ini terungkap terletak di situs arkeologi Kemune. Di wilayah Kurdistan, Irak, kota ini juga pernah muncul pertama kali pada 2013 ketika ketinggian air waduk turun drastis pada saat itu.

Temukan Istana
Para arkeolog yang bekerja antara Januari dan Februari tahun ini itu bekerja dengan menggali dinding sebuah bangunan besar yang diyakini sebagai bangunan penyimpanan dari zaman Kekaisaran Mittani. Hasil pemetaan kota berhasil menemukan istana yang sebagian telah didokumentasikan pada 2018.
Beberapa bangunan besar lainnya ditemukan, termasuk benteng besar dengan dinding dan menara. Para arkeolog juga menemukan gedung penyimpanan bertingkat dan kompleks industri.
"Kompleks perkotaan yang luas berasal dari zaman Kekaisaran Mittani yang menguasai sebagian besar Mesopotamia utara dan Suriah," kata Puljiz.
"Ada bangunan yang besar dan itu sangat penting karena sejumlah besar barang pasti telah disimpan di dalamnya, mungkin dibawa dari seluruh wilayah. Hasil penggalian menunjukkan bahwa situs itu adalah pusat penting di Kekaisaran Mittani," kata Qasim.
Para peneliti terkejut dengan berapa terawatnya dinding itu meski telah berumur ribuan tahun. Dindingnya dapat mencapai ketinggian beberapa meter meskipun terbuat dari batu bata lumpur kering yang telah berada di bawah air selama lebih dari 40 tahun.
Para peneliti memperkirakan kota itu hancur karena terjadinya gempa bumi yang terjadi sekitar 1350 SM. Tembok bagian atas yang runtuh mengubur bangunan, sekaligus melestarikan tempat itu dari gangguan kerusakan.
Para peneliti juga menemukan sejumlah artefak, diantaranya 100 tablet berhuruf paku yang berasal dari periode Asyur Tengah. Artefak itu diperkirakan masih dipakai tidak lama setelah gempa bumi melanda kota itu. Para peneliti berharap penemuan ini akan membantu menghasilkan informasi tentang nasib kota dan awal kebangkitan Asyur di daerah tersebut. "Ini hampir merupakan keajaiban bahwa tablet berhuruf paku yang terbuat dari tanah liat yang tidak dibakar bertahan selama beberapa dekade di bawah air," kata Pfalzner.
Saat ini para peneliti menutupi bangunan yang mereka gali dengan lembaran plastik dan kerikil yang rapat untuk menghindari kerusakan saat air kembali naik.
Pfalzner mengatakan bahwa situs itu sebentar lagi akan benar-benar tenggelam. hay/I-1

Diusir oleh Kerajaan Het

Kekaisaran Mitanni, dikenal orang Asyur sebagai Hanigalbat. Orang Mesir kuno menyebutnya dengan dan sebagai Naharin dan Metani. Sebagai negara besar ketika itu, wilayahnya membentang dari Irak utara saat ini, turun melalui Suriah dan ke Turki.
Terdapat banyak catatan tentang kekaisaran itu. Korespondensi antara raja Mitanni dan raja Asyur dan Mesir (Surat Amarna) yang diabadikan pada sebuah tablet. Selain itu ditemukan catatan pelatihan kuda tertua di dunia. Temuan lainnya adalah perjanjian antara Kerajaan Mitanni dan Kerajaan Het.
Berbagai informasi dari tablet memberi bukti kemakmuran negara yang hidup antara 1500 dan 1240 SM. Pada 1350 SM, Mitanni cukup kuat untuk dimasukkan dalam Klub Kekuatan Besar bersama dengan Mesir, Kerajaan Hatti, Babilonia, dan Asyur.
Namun, mulai abad ke-14 SM, serangan Asyur melemahkan kerajaan Mitanni ketika raja Asyur-Uballit I (memerintah para 1365-1330 SM) mencaplok wilayah-wilayah penting yang dimiliki. Perselisihan suksesi di antara bangsawan Mitanni sendiri menambah kesulitan kerajaan.
Kurangnya persatuan ini membuat Mitanni menjadi mangsa yang lemah. Oleh Kerajaan Het di bawah raja mereka yang bernama Suppiluliuma I (1344-1322 SM), berhasil dikalahkan, lalu mengusir sebagian besar penduduk dan menggantikannya dengan orang Het.
Namun kekuasaan Het tidak berlangsung lama. Serangan Raja Asyur, Adad Nirari I (memerintah 1307-1275 SM) mengambil wilayah itu dari orang Het. Sekali lagi, raja itu mendeportasi sebagian penduduk, menggantikan mereka dengan rakyat Asyur. Putra dan penerusnya, Shalmaneser I, menyelesaikan penaklukan Mitanni pada 1250 SM.
Putranya, Tukulti-Ninurta I (memerintah 1244-1208 SM), mengalahkan orang Het di Pertempuran Nihriya kr pada 1245 SM, melenyapkan mereka sebagai kekuatan di wilayah tersebut sekaligus melenyapkan Kerajaan Mitanni lalu menjadikannya bagian dari Kekaisaran Asyur.
Kerajaan Mitanni memerintah wilayah utara Efrat-Tigris antara 1475 hingga 1275 SM. Orang-orang awal di wilayah tersebut telah diidentifikasi secara beragam sebagai orang Indo-Iran atau Indo-Arya yang bermigrasi, dan mereka bahkan diasosiasikan dengan Hyksos Semit, tetapi etnisitas mereka terus diperdebatkan. Para ahli telah berusaha untuk mengidentifikasi mereka dengan satu atau kelompok lain berdasarkan nama dewa yang disebutkan dalam perjanjian dengan orang Het, tetapi orang Indo-Arya dan Indo-Iran (dulu bagian dari kelompok migrasi yang sama dari Asia tengah) memuja dewa-dewa seperti Indra, Mithra, dan Varuna.
Dalam sejarah, Mitanni dilupakan sebagai entitas politik sebelum penggalian arkeologis pada 1887 para arkeolog di situs el-Amarna di Mesir, menemukan Surat Amarna pada sebuah tablet. Surat-surat ini, berisi korespondensi antara raja-raja Mesir dan yang lain dari Klub Kekuatan Besar termasuk Mitanni. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top