Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Keuangan Negara I Presiden dan Wapres Bisa Menegur Menkeu kalau Tidak Menagih Piutang

APBN Tidak akan Pulih Sampai Piutang BLBI Ditagih

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

» Bagaimana Presiden mau membangun sektor riil kalau anggarannya tidak ada, malah digunakan untuk subsidi piutang BLBI.

» Utang untuk membiayai pembangunan seharusnya yang produktif, bukan malah digunakan membiayai impor beras, gula, dan kedelai, lalu disebut pembangunan.

JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan sulit pulih jika piutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak segera ditagih. Sebab, pemerintah akan kembali menerbitkan utang baru untuk membiayai utang yang sudah ada.

Oleh karena itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta bertindak tegas menagih piutang BLBI yang diterima beberapa obligor saat krisis moneter 1998 lalu.

Penagihan itu penting dilakukan agar negara tidak kesulitan membayar kewajiban karena beban bunga tetap (fix rate) 11,375 persen per tahun selama 43 tahun sejak 1998 dari penerbitan obligasi rekapitalisasi (rekap).

Dana yang harus kita keluarkan tiap tahun untuk membayar obligasi rekap BLBI saja, sebesar 250 triliun rupiah dari bunga berbunga. Kalau dana itu untuk modal pembangunan, setidakefisien apapun itu, akan menjadi modal kerja yang produktif.

Katakanlah dari 250 triliun rupiah itu yang efektif separuhnya, yaitu 125 triliun rupiah, kalau digunakan dengan benar nanti juga akan balik lagi menjadi 250 triliun rupiah, bahkan bisa lebih.

Selain menagih piutang, pemerintah juga semestinya bisa meminta moratorium obligasi rekap beserta bunganya, bukan malah menerbitkan Surat Utang Negara dan Global Bond untuk membayar bunga obligasi rekap yang telah berkontribusi ke utang negara hingga 4.000 triliun rupiah.

Pengelolaan keuangan negara yang dilakukan pemerintah saat ini lebih pada membayar utang dengan menerbitkan utang baru, sehingga berpotensi membebani negara di masa mendatang.

Manager Riset Sekretaris Nasional FITRA, Badiul Hadi, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Minggu (4/4), mengatakan dalam kondisi defisit anggaran besar seperti saat ini, maka tidak ada pilihan lain selain menagih piutang BLBI, apalagi sudah 23 tahun, tapi tidak ada hasilnya sama sekali.

"Kalau tidak ada anggaran, bagaimana Presiden menganggarkan pembangunan ke sektor riil, harus ada anggarannya. Sekarang, anggaran malah kita pakai mensubsidi piutang BLBI. Bagaimana Indonesia tidak bangkrut dan pemerintah membayar itu dengan mencetak uang, SUN dan global bond," kata Badiul.

Menurut dia, Kemenkeu tidak boleh kendor dalam menagih piutang negara. Apalagi, piutang BLBI sudah ditangani oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). "Tinggal kita lihat, sejauh mana komitmen Kemenkeu melakukan penagihan ini," kata Badiul.

Kemenkeu, jelasnya, malah terkesan banyak keluar dari tugas dan pokok utamanya yaitu mengelola keuangan negara agar lebih sehat dan memiliki ruang yang cukup untuk membiayai pembangunan. Jangan malah mau memacu dunia usaha, tetapi tugas utamanya menjalankan hak tagih tidak dilaksanakan.

"Presiden dan jajaran kementerian tidak bisa berbuat banyak tanpa memiliki modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Kalau anggarannya hanya untuk subsidi obligasi rekap, malah akan membuat APBN tidak berkualitas," katanya.

Apalagi, penarikan utang baru justru digunakan untuk konsumsi, bukan untuk pembangunan. Impor berbagai komoditas seperti beras, kedelai, gula, dan lainnya bukan pembangunan, tetapi perilaku konsumtif yang hanya menghabiskan anggaran.

"Ini kan ekonomi dasar, sangat lucu kalau kita membangun Indonesia dengan semuanya impor, kedelai beras gula," kata Badiul.

Sumber Pendapatan

Secara terpisah, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya Malang, Andi Fefta Wijaya, mengatakan seharusnya Kemenkeu menjalankan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) yang utama dalam pengelolaan keuangan negara termasuk menagih obligasi rekap BLBI. Penagihan piutang sangat penting karena nasib keuangan negara sedang bergantung pada dana tersebut.

"Jangan dibiarkan, sayang sekali kalau tidak ditagih. Padahal dana itu penting sekali sementara kondisi negara seperti ini sedang defisit sehingga sangat membutuhkan. Apalagi kalau dibiarkan dari segi aset nilainya menyusut terus," kata Andi.

Menurut Andi, seharusnya piutang tersebut menjadi sumber pendapatan negara untuk mengatasi defisit yang melebar saat ini. n ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top