Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Dampak Kenaikan BBM I Bansos Hanya Jadi Obat Penenang, Tak Selesaikan Inflasi

Angka Kemiskinan Bisa Kembali Tembus 10 Persen

Foto : Sumber: Kemenkeu - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Inflasi bakal melampui pertumbuhan ekonomi sehingga daya beli masyarakat pasti terganggu.

» Konsumsi akan melambat karena kenaikan biaya distribusi, sedangkan investasi akan tertahan.

JAKARTA - Setelah memutuskan menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga pertalite, pertamax 92, dan solar, pemerintah diminta untuk mewaspadai dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sebab, perekonomian nasional saat ini masih berada pada fase pemulihan akibat pandemi Covid-19.

Jika melihat pengguna BBM subsidi jenis pertalite, solar, dan non-subsidi pertamax, mayoritas merupakan masyarakat kelas menengah dan juga masyarakat menengah ke bawah. Kelompok ini jumlahnya sangat besar, dan kalau mereka menahan konsumsi maka perlu diwaspadai. Kelompok ini bukan lagi menahan konsumsi makanan, tetapi sektor sekunder dan tersier yang memiliki banyak nilai tambah.

Pakar Ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang, Nugroho Suryo Bintoro, kepada Antara, mengatakan bahwa salah satu yang perlu diantisipasi dari kenaikan harga BBM adalah target pertumbuhan ekonomi. Karena kebijakan itu bisa mengurangi konsumsi yang kontribusinya terhadap perekonomian nasional sangat signifikan.

Salah satu sektor yang akan terganggu akibat kenaikan harga BBM tersebut antara lain adalah pada penjualan kendaraan bermotor bekas (used car) dan sektor pariwisata. Masyarakat yang sudah mulai berekreasi dan mengunjungi tempat wisata cenderung akan menahan pengeluaran sebagai kompensasi atas kenaikan biaya perjalanan.

Dampak lanjutan dari penyesuaian harga BBM tentu pada kenaikan harga sejumlah bahan pokok penting karena biaya distribusi yang melonjak.

Jika harga bahan pokok penting naik, inflasi secara tahunan berpotensi melampui pertumbuhan. Hal itu berarti daya beli masyarakat pasti terganggu.

Pada akhir pekan lalu, pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi pertalite dari 7.650 rupiah menjadi 10 ribu rupiah per liter. Kemudian, solar dari 5.150 rupiah menjadi 6.800 rupiah per liter. Sedangkan BBM non-subsidi jenis pertamax harganya naik dari 12.500 rupiah menjadi 14.500 rupiah per liter.

Dihubungi terpisah, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan jika dihitung dengan nilai inflasi per Juli 2022, kenaikan harga pertalite ke angka 10.000 rupiah per liter akan mendongrak inflasi menuju level 8,5 persen.

Begitu pula dampaknya terhadap angka kemiskinan yang diperkirakan akan kembali melonjak ke kisaran 9,96 persen, bahkan bisa double digit atau tembus 10 persen. "Ini belum menghitung tingkat rentan miskin. Masyarakat rentan miskin ini yang sangat terpengaruh dari naiknya inflasi. Mereka ini yang terancam jadi miskin kembali," kata Nailul.

Kenaikan harga pertalite, jelasnya, akan mendorong inflasi ke level 8-8,5 persen, penurunan konsumsi 0,03 persen, penurunan ekonomi tiga triliun rupiah, meningkatnya angka pengangguran 30 ribu jiwa dan terakhir kemiskinan naik menjadi 9,96 hingga 10 persen.

Mengenai penyaluran bantuan sosial sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, dia mengatakan hanya sebagai obat penenang dari pemerintah, tetapi tidak menyelesaikan inflasi yang tinggi.

Sementara itu, Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan dampak kenaikan harga BBM bisa meningkatkan kemiskinan menjadi 10 persen jika kenaikan harga pertalite dan solar masing-masing 30 persen. "Mereka yang sebelumnya masuk kategori kelas menengah dan mengonsumsi BBM nonsubsidi bisa turun kelas," kata Bhima.

Selain konsumsi, investasi akan terdampak kenaikan harga BBM. Investor akan mengambil posisi wait and see untuk merealisasikan investasi mereka terutama di sektor transportasi, ritel, dan pakaian jadi.

Tidak Elastis

Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan pemerintah harus mempercepat penyaluran bantalan sosial untuk menjaga tingkat konsumsi kelas menengah karena inflasi tetap berdampak pada golongan tersebut. "Dengan inflasi, otomatis konsumsi mereka juga tertahan, sebab mayoritas kelas menengah tidak elastis saat terkena dampak inflasi," kata Wibisono.

Konsumen secara rasional akan mencoba menurunkan konsumsinya. Oleh karena itu, kalau masih ada kekuatan anggaran, seharusnya mereka juga mendapat. Seharusnya ada, karena yang kemarin tersalur ini baru sekitar 14 triliun rupiah dari sekitar 500 triliun rupiah yang selama ini digunakan untuk subsidi BBM.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top