Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Lembaga Negara

Anggota BPK Harus Berintegritas

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta akarta akartaakarta - Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait suap hasil laporan pemeriksaan keuangan di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi harus jadi perhatian serius.

Kasus OTT itu menunjukan, ada masalah serius di tubuh badan pemeriksa. "Ini harusnya menjadi perhatian pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara. BPK sebagai lembaga strategis yang memiliki wewenang besar dalam memeriksa penggunaan keuangan negara, akan sangat bersinggungan dengan seluruh lembaga negara pengguna anggaran," kata Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Gulfino di Jakarta, Kamis (8/8).

Menurut Gulfino, dibutuhkan orang-orang yang berintegritas, profesional, dan tidak terafiliasi politik dalam memimpin sebuah lembaga powerfull. Apalagi Jokowi, dalam visi misinya sebagai calon presiden di pemilihan presiden telah menegaskan, akan menjamin APBN yang fokus dan tepat sasaran.

Visi ini dapat tercapai jika didapatkan orang-orang berkualitas yang mau menjaga dan mengawasi penggunaan keuangan negara. Mendapatkan figur seperti ini tentu seharusnya diawali dengan proses yang benar dan transparan. "Kondisi pemadaman listrik massal di ibukota dan beberapa wilayah Jawa menjadi salah satu contoh pembelajaran pentingnya peran BPK dalam porsi mengaudit dan mengawasi tata kelola sebuah lembaga yang langsung bersinggungan dengan pelayanan publik," katanya.

Namun kata dia, yang terjadi di BPK jutsru masalah demi masalah. Ia contohkan hasil pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mencatat setidaknya ada 8 kasus dugaan suap yang melibatkan auditor atau staf BPK dalam kurun 2004-2017.

Kemudian 3 kasus pelanggaran kode etik BPK yang dilakukan oleh Ali Masykur Musa Anggota BPK pada tahun 2014, Efdinal, Kepala BPK Perwakilan Jakarta dan Auditor pada tahun 2015, dan Harry Azhar Ketua dan Anggota BPK pada tahun 2016. "Kondisi ini dapat terus berulang jika kualitas dan integritas anggota BPK tidak diperbaiki dan disaring sejak awal seleksi," katanya.

Perhatian Khusus

Gurnadi, Peneliti FITRA lainnya menambahkan, berangkat dari persoalan yang ada, pihaknya menuntut beberapa hal untuk diperhatikan pemerintah dan DPR. Pertama, Presiden Jokowi sebagai kepala negara harus memiliki perhatian khusus pada seleksi calon anggota BPK. Perhatian khusus Kepala Negara sangat penting demi mendapatkan anggota BPK yang berkualitas.

Kedua, Komisi XI harus mengulang proses seleksi calon anggota BPK dengan mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel. Salah satunya dengan membentuk Pansel. "Ketiga, keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan publik harus dibuka seluas-luasnya untuk melakukan pengawasan dan memberikan masukan terhadap proses seleksi," ujarnya.

Komisi antirasuah, kata Gurnadi, dapat mengawasi proses seleksi. Sehingga tidak terjadi transaksi suap dan money politic. Publik juga harus diberi ruang agar dapat memberikan masukan mengenai latar belakang pendaftar. Dengan begitu ada instrumen untuk mencegah orang-orang bermasalah menjadi anggota BPK.

ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top