Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Ekspor | Neraca Perdagangan pada Oktober 2021 Surplus 5,73 Miliar Dollar AS

Andalkan SDA, Posisi Tawar RI Lemah

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah menegaskan Presidensi G20 menjadikan Indonesia ikut serta menentukan arah perekonomian dunia. Namun, di sisi lain, RI dianggap tidak akan bisa meningkatkan posisi tawarnya di kancah global jika masih mengandalkan ekspor sumber daya alam (SDA).

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan bukti RI masih mengandalkan ekspor SDA terindikasi dari nilai perdagangan RI pada Oktober 2021. Surplus neraca perdagangan pada Oktober lalu ditopang ekspor tambang dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

Neraca perdagangan Indonesia Oktober 2021 mengalami surplus 5,73 miliar dollar AS terutama berasal dari sektor nonmigas 6,60 miliar dollar AS. Khusus subsektor tambang, kinerja ekspor pertambangan dan lainnya tumbuh 20,11 persen dibandingkan September dan bahkan 190,57 persen dibandingkan Oktober 2020.

Menurut Tauhid, capaian itu karena permintaan komoditas tambang di pasar global meningkat. Banyak negara mengimpor komoditas tambang dalam jumlah banyak karena dipicu kekhawatiran krisis energi. Di sisi lain, Australia sebagai eksportir komoditas tambang terbesar juga sedang terganggu. RI mengambil untung dari situ.

"Jika pemerintah masih mengandalkan ekspor SDA, kita tidak akan bisa meningkatkan posisi tawar di pasar global. Kalau mau tingkatkan bergaining position kita mestinya yang banyak diekspor ialah produk turunan, bukan bahan mentah," tegas Tuhid pada Koran Jakarta, Senin (15/11).

Tauhid menegaskan pemerintah perlu mengakui bahwa tongkat estafet Presidensi G20 itu karena populasi dan pasar Indonesia memang banyak. Jika mengacu pada produk domestik bruto (PDB), saat ini RI berada di urutan ketujuh. Pada 2040, RI ditargetkan menembus peringkat empat besar.

Namun, kata dia, untuk menentukan arah perekonomian dunia tidak bisa hanya dari situ. "Artinya, selain pasar yang besar, tenaga kerja kita juga banyak, akan tetapi bukan pekerja ahli yang mampu menggunakan teknologi tinggi. Namun, yang bekerja itu di industri padat karya. Selain pekerja yang banyak, pasar yang besar dan ekpor komoditas tambang tak ada lagi yang bisa diandalkan oleh kita," tegas Tauhid.

Tantangan Global

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan G20 merupakan forum koordinasi kebijakan yang lahir sebagai respons terhadap krisis ekonomi pada 1998-1999. Kelompok tersebut merepresentasikan 85 persen PDB dunia, 75 persen perdagangan dunia, 80 persen investasi global dan 2/3 populasi penduduk dunia.

Indonesia menjadi bagian dari forum ini sejak awal dibentuk karena negara G7 melihat bahwa upaya penyelesaian krisis tidak akan efektif tanpa keterlibatan negara ekonomi berkembang yang terdampak oleh krisis tersebut. Menjadi Presidensi G20 adalah sebuah kehormatan sekaligus harapan bagi Indonesia untuk turut andil mencari exit policy dari pandemi Covid-19.

"Tantangan global tidak akan selesai hanya dengan kehormatan dan harapan saja. Presidensi tahun depan harus dimaknai lebih dari sekadar 'ketua sidang' (chair), namun juga pemimpin (leader) yang akan menentukan arah perkembangan perekonomian dunia ke depan," ujar Airlangga saat menyampaikan sambutan pada seminar nasional, Senin (15/11).

Modal dasar yang kuat untuk mencapai tujuan dalam Presidensi G20 telah dimiliki Indonesia, antara lain pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021 tercatat 3,51 persen (yoy), tren penurunan kasus Covid-19 masih terus dicapai di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali.

n ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top