Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perlindungan Anak | Momentum Bonus Demografi Terancam

Anak Pecandu Gawai Daya Nalarnya Rendah

Foto : ISTIMEWA

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penggunaan gawai (telepon pintar) pada anak secara berlebihan dapat menyebabkan anak tidak bisa mengembangkan pola pikir yang teoritis dan kritis. Dampak buruknya, daya nalar akan berkurang karena anak bisa downloading atau mengunduh saja.

Selain itu, penggunaan gawai pada anak yang tidak terkendali juga dapat menghambat perkembangan psikomotorik. Bukan hanya itu, kebersamaan dengan keluarga di dunia nyata juga jadi berkurang karena anak lebih senang dengan dunia maya.

"Orang tua harus mengendalikan dan mengawasi penggunaan gawai oleh anak. Orang tua yang membiarkan, biasanya juga karena asyik menggunakan gawainya sendiri," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, dalam seminar Hari Anak Nasional 2018 bertajuk "Internetku Baik, Internetku Asyik", di Jakarta, Kamis (26/7).

Karena itu, Yohana berpesan kepada anak-anak Indonesia agar paham kapan waktu boleh menggunakan gawai dan kapan tidak boleh menggunakannya.

Menurutnya, saat berkumpul dengan keluarga dan orang tua, seperti saat makan dan berekreasi, sebaiknya anak dan orang tua tidak menggunakan gawai.

"Penelitian di negara maju, ternyata orang yang membatasi penggunaan gawai berusia lebih panjang dan memiliki daya ingat yang lebih kuat daripada yang lebih banyak menggunakan gawai," jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Yohana juga meminta anak-anak untuk lebih banyak membaca buku dari pada mengakses internet. "Ini penting untuk mencegah dampak buruk penggunaan internet," tegasnya.

Saat ini, kata Yohana, sudah banyak negara-negara membatasi penggunaan gawai, terutama pada anak-anak, karena paham dampak buruk dari penggunaannya.

"Australia, misalnya, sudah membatasi penggunaan gawai dan kembali menggunakan telepon rumah. Mereka betul-betul melindungi anak-anak dan orang dewasa," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menyatakan bahwa pihaknya tidak melarang anak-anak untuk menggunakan media sosial asalkan memanfaatkan untuk hal-hal yang baik. "Kalau mau mengunggah, perbanyak yang positif. Jangan yang negatif," katanya.

Dia mengatakan unggahan negatif di media sosial dan internet akan berdampak di masa depan, misalnya ketika melamar kerja. Menurut Rudi, perusahaan tidak hanya melihat surat lamaran, tetapi juga akun media sosial si pelamar.

"Jika dalam akun media sosial pelamar terhadap unggahan-unggahan yang dinilai negatif maka perusahaan tersebut tidak akan segan-segan menolaknya," tandasnya.

Ancam Bonus Demografi

Sementara itu, Sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu, mengatakan dampak buruk dari penggunaan gawai oleh anak bisa mengancam bonus demografi Indonesia yang akan dicapai pada 2030.

"Kita akan kehilangan momentum bonus demografi bila permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak, termasuk dampak buruk internet, tidak diatasi," kata dia.

Berdasarkan data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Pri mengatakan ada lebih dari 1.000 kasus yang menjadikan anak-anak sebagai korban pornografi, prostitusi, dan pelecehan seksual secara daring.

Hal itu menjadi ancaman bagi 87 juta anak Indonesia yang jumlahnya mencapai sepertiga penduduk Indonesia, yang pada 2030 akan menjadi penduduk dengan usia produktif terbesar.

Menurut Pri, yang membiayai pornografi anak di dunia maya kebanyakan adalah orang-orang dari luar negeri. "Predator anak dari luar negeri mengancam anak-anak Indonesia," ujarnya. eko/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top