Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Persaingan Menuju Parlemen | Partai Perlu Dibatasi

Ambang Batas DPR Agar Dievaluasi

Foto : ISTIMEWA

Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem

A   A   A   Pengaturan Font

DEPOK - Partai politik harus memiliki suara sah nasional melebihi parliamentary threshold (PT) atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen untuk memperoleh kursi di DPR RI. Baru kemudian, kuota kursi parlemen akan dihitung melalui konversi Sainte Lague. Kendati demikian, beberapa pihak menilai ambang batas parlemen tersebut perlu dievaluasi.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan bahwa ambang batas parlemen sebesar empat persen perlu di evaluasi. Menurut Titi, dengan PT sebesar itu, maka suara pemilih sekitar 13 juta suara akan terbuang sia-sia.

"Akibat pemberlakuan parliamentary threshold empat persen, 13.594.842 suara setara dengan jumlah pemilih di Australia, terbuang sia-sia," ujarnya dalam sebuah diskusi di FH UI, Depok, Jawa Barat, Senin (24/6).

Titi menjelaskan, banyak masyarakat yang sudah datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan memilih partai yang dipercayainya, namun pada akhirnya suaranya tidak dihitung akibat partai yang dipilihnya tidak lolos ambang batas parlemen. Ia memberikan rekomendasi, salah satunya penurunan ambang batas parlemen hingga satu persen.

"Jadi, kami memiliki rekomendasi. Pertama, memperkecil daerah pemilihan. Kedua, pembentukan fraksi agar ada pengkonsentrasian fraksi di DPR. Kalau Perludem sendiri usul ambang batas satu persen," ucapnya.

Kemudian, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, mengatakan, wacana peningkatan PT itu tidak relevan jika masalahnya tidak tertangani dengan baik. Masalah tersebut, lanjut Eddy, yakni politik dan kualitas Caleg dengan program dan gagasan. Selain itu, presidensial threshold juga harus diturunkan.

"Kita tidak hanya penting fokus parliementary threshold, tetapi juga presidensial. Itu juga sangat penting, jangan sampai negara begini besar, tetapi hanya ada empat orang putra terbaik bangsa yang bertanding. Padahal masih banyak putraputri terbaik yang bisa ikut Pilpres," bebernya.

Sedangkan Ketua DPP Partai Nasdem, Taufik Basari, tidak sepakat kalau ambang batas parlemen di turunkan, apalagi jika ditiadakan. Ia mengatakan, dengan ambang batas naik, maka akan terjadi penyederhanaan partai politik di DPR, sehingga kinerja parlemen akan menjadi lebih baik lagi.

"Kalau tidak ada pembatasan PT, dan multipartai itu masuk ke dalam parlemen. Akhirnya, proses-proses pebuatan keputusan dan kebijakan akan sulit berjalan," tuturnya.

Selain itu, Taufik menjelaskan, jika PT ditiadakan, maka akan timbul partai politik baru yang hanya ingin mendapatkan satu kursi di parlemen untuk bergaining politik. Ia memprediksi, nantinya akan bermunculan partai-partai yang hanya bertujuan untuk eksis semata tanpa adanya tujuan yang visioner tentang masalah kebangsaan.

Dibahas Sejak Lama

Sementara itu, Guru Besar FH UI, Satya Arianto, menuturkan bahwa pembahasan mengenai PT sudah mulai dibahas pascareformasi. Bahkan ketika itu, wacana mengenai ambang batas parlemen yang diusulkan Presiden Habibie mencapai 10 persen agar nantinya jumlah partai politik di parlemen maksimal 10 parpol.

Selanjutnya, Satya mengkomparasikan mengenai PT di Jerman. Dalam sebuah kasus, MK di Jerman menolak permohonan ditiadakan PT. Menurut pandangan mereka, tujuan adanya Pemilu bukan hanya menyalurkan hak-hak politik suatu masyarakat, melainkan membentuk lembaga perwakilan rakyat yang mencerminkan opini-opini mereka.

"Disamping itu, tujuan Pemilu adalah untuk membentuk suatu parlemen yang merupakan suatu instansi politik yang efektif," pungkasnya. tri/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top