Jumat, 07 Feb 2025, 00:00 WIB

Akses Petani ke Bulog Terbatas

Swasembada Pangan - Selama ini, Bulog Beli Hasil Panen dari Pengepul Besar

Foto: antara

JAKARTA - Pemerintah perlu mendorong petani memiliki akses langsung ke Bulog. Selama ini, petani menjual hasil produksinya ke tengkulak karena keterbatasan akses ke Bulog. Tanpa intervensi pemerintah, jangan harap petani bisa mendapat untung dari penetapan HPP gabah 6.500 rupiah per kilogram (kg).

Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto menekankan pembelian gabah petani minimal 6.500 rupiah agar petani bisa survive. Presiden bahkan mengancam penutupan dan pengambilalihan tempat penggilingan padi kalau pembelian lebih rendah.

"Hal ini tentu menuai pertanyaaan, di mana mekanisme Harga Pembelian Pemerintah (HPP) selama ini jadi patokan harga pembelian Bulog untuk cadangan beras pemerintah, maka meski HPP ditetapkan Rp. 6500, pembelian di petani pasti jauh di bawahnya," ucap pemerhati isu pangan Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi, Kamis (6/2).

Masalah utamanya, papar dia, karena petani tidak punya akses langsung ke Bulog. Selama ini, Bulog membeli dari pengepul besar yang secara langsung maupun bertingkat membeli dari petani.

Menurut kalkulasinya, rata-rata selisih harga bisa mencapai 15-25 persen dari HPP. Dia menambahkan petani baru menikmati harga bagus saat masa paceklik atau mereka yang panen awal. Itupun tidak pernah di level HPP.

"Penjualan ke tengkulak, dibutuhkan petani karena petani butuh uang pasca panen untuk menutup kebutuhan hidup maupun modal tanam berikutnya. Makanya, muncul ketidak pastian harga tergantung pada selisih marjin yang ingin diambil tengkulak," ujarnya.

Dia menambahkan penggilingan kecil biasanya hanya memainkan sistem jasa, seperti bagi hasil. Dia mencontohlah dalam sistem bagi hasil 1:10, setiap 10 kg beras yang digiling, si penggiling mendapat 1 kg.

Menurut Hafidz, kalau memang petani mau disejahterakan maka pemerintah perlu membangun mekanisme yang menghubungkan langsung Bulog dengan petani, misalnya melalui koperasi tani yang dikelola Gapoktan tingkat desa atau beberapa desa.

Syaratnya, Bulog harus memberikan pendampingan manajerial serta memberikan penjaminan agar koperasi ini dapat mengakses kredit perbankan untuk pembelian terlebih dulu dari petani. "Dengan koperasi, selisih marjin bisa dikembalikan ke anggotanya sesuai tingkat kontribusi masing-masing," ujarnya.

Sebaliknya, para tengkulak dan penggilingan kecil akan bersaing secara kompetitif untuk bisa mendapatkan suplai gabah. Mereka masih bisa untung dengan penjualan langsung beras ke konsumen, bukan lagi sekedar broker.

"Mereka tetap diperlukan untuk menyerap kelebihan pasokan dari kuota yang ditetapkan Bulog atau Bulog bisa memberdayakannya dengan memberikan peran baru para tengkulak sebagai pelaku usaha logistik dan quality control untuk meningkatkan kualitas produksi gabah di tingkat petani," jelasnya.

Program Mitra Tani

Sementara itu, Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita menyampaikan pihaknya telah menggandeng petani melalui program mitra tani. Melalui jaringan mitra tani di sejumlah daerah, Bulog bisa melakukan penyerapan.

"Jadi Program Mitra Tani ini, di mana nanti Program Kemitraan, bagaimana kita berkolaborasi dengan perusahaan ataupun Kelompok Tani atau Gapoktan," ucap Febby.

Melalui Mitra Tani, yang mengedepankan kolaborasi dengan petani, ujarnya, Bulog memperkuat rantai pasokan, meningkatkan produktivitas pertanian, dan memberikan pelatihan kepada petani mengenai metode pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: