Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penyaluran Kredit I Bonus Demografi Jika Dibarengi Perilaku Konsumtif Justru Menjadi "Demographic Trap"

Agar Produktif, Penyaluran KUR Harus Ada Pendampingan

Foto : Sumber: Kemenko Perekonomian – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah mendorong masyarakat agar memanfaatkan program peningkatan akses permodalan mikro, kecil, dan menengah yang kini sedang gencar ditawarkan. Salah satunya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor-sektor produktif, seperti pertanian, peternakan, dan perikanan.

Selain KUR, ada juga Kredit Umi (Ultra Mikro) untuk yang nilainya di bawah KUR, dan ada juga program Bank Wakaf Mikro di sejumlah pondok pesantren.

Presiden Joko Widodo dalam penyerahan KUR 2023 dan peluncuran Kartu Tani Digital untuk Pupuk Bersubsidi di Aceh Utara, Aceh, Jumat (10/2), mengingatkan masyarakat agar pembiayaan atau kredit dari bank digunakan untuk keperluan produktif, bukan untuk membeli barang konsumtif dengan tujuan gagah-gagahan.

"Jangan beli, (untuk) yang dipakai mutar-mutar, gagah-gagahan, dilihat saja sama tetangga 'wah gagah'," kata Presiden.

Menurutnya, jika pembiayaan hanya dipakai untuk barang konsumtif seperti halnya mobil untuk "gagah-gagahan", maka masyarakat berisiko tidak bisa membayar cicilan ke bank. Akibatnya, barang konsumtif yang sudah dibeli tersebut bisa saja ditarik oleh bank karena telah menjadi jaminan.

"Percaya saya, enam bulan setelah itu, nggak bisa nyicil, tahu-tahu enam bulan mobilnya sudah tak ada," kata dia.

Lebih baik, kata Jokowi, pembiayaan dari bank dipakai untuk barang modal yang produktif. Jika ingin membeli mobil, masyarakat dapat membeli mobil niaga seperti jenis pick up guna kebutuhan meningkatkan skala bisnis.

Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi berdialog dengan salah satu penerima pembiayaan dari PT Bank Syariah Indonesia (BSI) yakni Zulhelmi yang merupakan seorang penjual pupuk.

Zulhelmi mendapat pembiayaan 100 juta rupiah dari BSI yang dia gunakan untuk meningkatkan bisnis penjualan pupuk. "Kebetulan saya ambil empat tahun Pak, saya cicil sekitar 2.300.000 rupiah per bulannya," kata Zulhelmi seperti diberitakan Antara.

Presiden menjelaskan BSI menyediakan fasilitas pembiayaan dengan total sebesar tiga triliun rupiah untuk Provinsi Aceh, dari total yang disediakan oleh BSI sebesar 14 triliun rupiah untuk seluruh Tanah Air.

"Kalau tadi dijatah oleh Dirut (BSI) tiga triliun itu akan men-trigger, memperkuat, mengembangkan ekonomi di Aceh. Saya senang sekali, tadi saya tanya yang dapat pembiayaan tadi ada seratus juta, ada lima puluh juta, ada dua puluh juta, bisa lima ratus juta," kata dia.

Presiden berpesan agar masyarakat yang memperoleh pembiayaan dapat berdisiplin untuk membayar angsuran setiap bulan.

Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan akan sangat bagus jika pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR) dipaketkan dengan bimbingan teknis sehingga pengusaha UMKM mengetahui bagaimana mengalokasikan kredit untuk hal yang produktif.

"Akses kredit ini juga perlu diperluas, sekarang baru berkisar 20 persen. Harusnya dipermudah dan literasi keuangan juga diperluas, prosedur mengajukan kredit tidak berbelit-belit," tegas lulusan doktor dari Maastricht University, Belanda itu.

Menurut dia, arahan Presiden beberapa waktu lalu soal alokasi kredit untuk UMKM perlu ditingkatkan menjadi 30 persen harus segera diimplementasikan di lapangan, karena sekarang masih berkisar 19,74 persen jika akses kredit dihitung hanya dari total kredit yang disalurkan bank umum. "Jika akses kredit dihitung dari total kredit yang disalurkan bank umum plus BPR (bank pengkreditan rakyat) sebesar 21,61 persen," sebutnya.

Sementara itu, dari jumlah UMKM sebesar 64 juta, yang dapat kredit baru sekitar 19,74 persen. Mereka kebanyakan tidak tahu cara apply kredit dan kesulitan memenuhi prasyarat kredit.

"Dengan kata lain, literasi keuangan rendah, sehingga harus ada sosialisasi dan kemudahan untuk apply kredit untuk UMKM," beber Esther.

Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Y Sri Susilo, mengatakan agar kredit mikro, kecil, dan menengah tidak digunakan untuk hal-hal konsumtif dan gagah-gagahan, diperlukan pendampingan kepada pelaku usaha mikro dan kecil terkait dengan pengelolaan bisnis atau manajemen dan bagaimana mengembangkan bisnisnya. Dia mencontohkan di Yogyakarta ada bank yang rutin menyelenggarakan pendampingan UMKM.

"Dengan begitu, UMKM bisnisnya berkembang nanti kan pinjam lagi dengan jumlah lebih besar ke bank. Jadinya akan berkelanjutan," kata Susilo saat dihubungi kemarin.

Apa yang diingatkan Presiden, menurut Susilo, memang jadi fakta di lapangan. Sehingga perbankan maupun stakeholder terkait lainnya memang harus bersama-sama memiliki kesadaran bagaimana mendampingi usaha mikro dan kecil.

"Demographic Trap"

Ekonom dari Universitas Airlangga, Suroso Imam Zadjuli, mengatakan masyarakat memang sudah seharusnya menggunakan kredit perbankan secara produktif, bukan dengan perilaku konsumtif, apalagi terhadap produk impor.

Dengan ekspor yang masih didominasi komoditas, pemakaian kredit perbankan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif terutama untuk barang impor, sangat tidak produktif. Apalagi konsumsi impor kita tinggi, maka defisit akan semakin tajam.

"Tingginya defisit ini akan menggerus devisa, rupiah bisa terdampak. Sedangkan bonus demografi yang mestinya menjadi modal, jika dibarengi perilaku konsumtif impor justru akan berbalik menjadi demographic trap. Dengan beban utang luar negeri pemerintah yang besar, ini akan semakin bergantung dengan utang luar negeri, kalau sudah begitu kita bisa masuk debt trap," pungkas Suroso.

Ekonom Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Suhartoko, menambahkan, bagi perbankan, potensi ancaman kredit macet lebih besar di kredit konsumsi sehingga bank lebih suka menyalurkan kredit produktif,"ungkapnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top