Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Agar lebih Terfasilitasi dan Terlindungi, Aspirasi Konsumen Harus Didengar Ketika Menyusun Regulasi

Foto : Istimewa.

Staf Bidang Advokasi BPKN, Lili (kanan) saat menyampaikan materinya dalam diskusi terkait konsumen di Jakarta, Rabu (21/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI bersama Pakta Konsumen berharap agar pemerintah mendengar keluhan atau aspirasi konsumen. Hal itu termasuk dalam urusan ketika regulator membuat kebijakan. Tujuannya agar konsumen lebih terfasilitasi dan terlindungi.

"Pemerintah perlu melibatkan konsumen ketika membuat kebijakan, dan harus dengar aspirasinya,"tandas Lili, Staf Bidang Advokasi BPKN dalam diskusi terkait pertembakauan di Jakarta, Rabu (21/9).

Apalagi kata dia, salah satu hak konsumen seperti yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ialah suaranya didengarkan.

Lili menuturkan, saat ini BPKN tengah menggodok revisi aturan tentang Perlindungan Konsumen agar BPKN bisa lebih kuat dalam melindungi konsumen, termasuk memposisikan lembaga ini sebagai regulator, seperti yang diterapkan di sejumlah negara.

Sama dengan Lili, Ketua Divisi Advokasi dan Pendidikan Konsumen Pakta Konsumen Ary Fatanen menegaskan bahwa konsumen harus didengarkan, jangan dilihat sebagai objek tetapi subjek, termasuk dalam membuat aturan terkait sektor pertembakauan, karena peranan konsumen dalam ekosistem industri pertembakauan sangatlah besar.

"Selama inikan konsumen itu hanya dijadikan objek, tidak didengar masukan atau keluhannya ketika membuat aturan,"tandas Ary.

Ary menegaskan, konsumen masih menjadi obyek yang bebannya cukup berat karena harus menanggung setiap kenaikan cukai, padahal mestinya sebagai konsumen kita dijadikan sebagai subjek, warga negara yang didengarkan aspirasinya. Hal yang sama juga terkait dengan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT). Dirinya mempertanyakan efektivitasnya untuk konsumen.

Dia menegaskan, akibat kurangnya perhatian terhadap kepentingan konsumen, di daerah banyak konsumen yang bermigrasi ke produk lintingan yang cukainya rendah, yang sumbangsih untuk negaranya sedikit, bahkan itu menjadi lifestyle.

Pada kesempatan sama, Pengamat Hukum Universitas Trisakti, Ali Rido menerangkan, partisipasi publik saat membuat aturan itu harus diperhatikan. Termasuk ketika membuat aturan terkait produk hasil tembakau.

Kata dia, proses sosialisasi selama ini, terkesan hanya searah, tidak berpola konsulting atau kemitraan. Artinya bobot aspirasi publik yang didengar itu rendah.

"Padahal itu diatur dalam UUD terkait menyatakan pendapat atau partisipasi publik,"ucapnya

Dia menerangkan, regulasi terkait ekosistem pertembakauan, belum seluruhnya berimbang memenuhi unsur legalitas dan legitimasi. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya derajat partisipasi konsumen dalam pembentukan regulasi.

"Jalan keluar terhadap urgensi partisipasi konsumen, pemerintah harus melaksanakan amanat konstitusi dan perundang-undangan. Dengarkan, libatkan dan akomodir suara konsumen dalam proses pembentukan hingga implementasi regulasi," tambah Ali Rido.

Baca Juga :
Tera Ulang Timbangan

Karenanya, Ali Rido menyarankan agar BPKN bisa membangun jejaring di daerang agar bisa mengakomodir keluhan keluhan konsumen. Dengan itu hak konsumen ini akan terfasilitasi dan terlindungi oleh negara.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top