Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Transisi ke Ekonomi Hijau

Ada Masalah, RI Belum Rasakan Manfaat Peralihan ke EBT

Foto : Sumber: BPS, Kemenkeu – Litbang KJ/and - KORAN JAK
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata akan berkisar 6,1 hingga 6,5 persen per tahun sampai 2050 bisa terwujud jika melakukan transisi ke ekonomi hijau. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, di Jakarta, Rabu (23/11), mengatakan laju pertumbuhan itu merupakan salah satu manfaat yang akan didapatkan Indonesia bila ekonomi hijau tercapai.

Selain pertumbuhan yang stabil, sekitar 87-96 miliar ton CO2e emisi gas rumah kaca (GRK) akan berkurang selama periode tahun 2021-2060 berkat ekonomi hijau. Dikatakan, hampir 68 persen penurunan intensitas emisi tahun 2045 juga akan diraih sebelum mencapai emisi nol bersih (net zero emission/NZE) pada tahun 2060.

Dengan demikian, kemungkinan capaian target NZE itu pun bisa tercapai tepat waktu atau bahkan lebih cepat.

Manfaat lainnya yang didapat apabila ekonomi hijau tercapai di Indonesia, yakni 25 persen sampai 34 persen Pendapatan Nasional Bruto (PNB) nasional meningkat di tahun 2045.

"Sekitar 1,8 juta pekerjaan hijau pada 2030 juga akan tercapai berkat ekonomi hijau, utamanya tersebar di sektor energi, kendaraan elektrik, restorasi lahan, dan limbah," kata Suharso, pada CEO Live Series #2 yang dipantau secara daring di Jakarta.

Maka dari itu, ia menekankan pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim harus menjadi fokus saat ini bagi pertumbuhan ekonomi sebagai backbone dari ekonomi hijau.

Pembangunan rendah karbon yang dimaksud, meliputi penanganan limbah dan ekonomi sirkular, pengembangan industri hijau, pembangunan energi berkelanjutan, karbon biru, serta pemulihan lahan berkelanjutan. Kemudian, pembangunan berketahanan iklim, meliputi laut dan pesisir, air, pertanian, serta kesehatan.

Ada yang Salah

Ekonom Senior, Faisal Basri, dalam kesempatan terpisah mengatakan tren transisi energi global menunjukkan kenaikan, namun di Indonesia masih stagnan. Data membuktikan bahwa biaya renewable energy (EBT) dunia cenderung menurun, tetapi anehnya di Indonesia justru mahal, tentu ada yang salah.

"Energi surya terus dimanfaatkan negara-negara dunia, antara lain Tiongkok, Jepang, Jerman, Amerika, India. Tetapi, Indonesia masih kecil sekali pemanfaatan PLTS, bahkan lebih kecil dibandingkan Vietnam. Selain itu, berbagai negara yang berhasil menurunkan emisi memperlihatkan dampak postif terhadap pertumbuhan ekonomi," katanya dalam FGD Indef mengenai Energi Baru dan Energi Terbarukan, Rabu (23/11).

Sementara itu, pengamat iklim dan energi hijau dari Universitas Brawijaya, Malang, Adi Susilo, mengatakan agar dapat mendapat manfaat ekonomi, dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam menjalankan transisi energi bersih.

"Untuk hal ini, regulasi kita masih kurang mendukung," kata Adi Susilo kepada Koran Jakarta.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top