Ada Delapan Jenis Bantuan, Pendataan Penerima Bansos Bukan Perkara Mudah
Foto: istimewaDewan Perwakilan Rakyat (DPR) sendiri telah meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sosial, untuk memperbarui data penerima bansos. Sebab, di daerah banyak datang laporan, bantuan diterima bukan oleh orang yang berhak atau sesuai kriteria penerima bansos. Terkait data penerima bansos ini, Koran Jakarta sempat mewawancarai Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Berikut petikan wawancaranya.
Banyak laporan yang menerima bansos saat pandemi Covid-19 ini tidak sesuai kriteria. Data penerima bansos pun banyak menuai kritikan. Apa sebenarnya permasalahan yang terjadi dalam pendataan penerima bansos ini?
Pendataan penerima bansos bukan perkara mudah, baik bagi warga yang sudah terdaftar dalam daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun daftar non-DTKS. Sebab, ada delapan jenis bantuan dari instansi yang berbeda-beda.
Apa saja jenis bantuan itu?
Delapan pintu itu adalah Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan sosial (bansos) dari Presiden untuk perantau di Jabodetabek, Dana Desa bagi kabupaten, Kartu Prakerja, bantuan tunai dari Kemensos, bansos gubernur, serta bansos dari kabupaten atau kota.
Ada yang sudah meninggal masih terdata dan menerima bantuan. Apa yang salah?
Itu karena data eksisting (DTKS) belum di-update, maka orang meninggal masih ada, orang yang ekonominya membaik masih tercatat. Ini didata oleh 50 ribu RW di Jawa Barat. Bisa dibayangkan, ada 50 ribu orang coba meng-update kelompok eksisting (DTKS).
Sedangkan di data baru atau data non-DTKS yang melompat dari 25 persen menjadi 63 persen ada yang tidak lengkap. Nama alamat tidak pakai nomor KTP. Ada yang nomor KTP tidak lengkap. Domisili berbeda dengan KTP. Desa melaporkan bantuan melebihi jumlah penduduk.
Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil Kemendagri) akan memasukkan daftar warga penerima bantuan sosial (bansos) ke dalam data kependudukan yang dikelola Ditjen Dukcapil. Menurut Anda ini cukup membantu?
Saya mengapresiasi Kementerian Dalam Negeri yang akan membuat data khusus, supaya pintu data (penerima bansos) yang berbeda-beda ini satu pintu saja. Oleh karena itu, kami menyambut baik langkah Kemendagri yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk mengecek kelayakan penerima bansos menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Saya juga mengapreasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang memberikan kelonggaran kepada kepala desa menentukan besaran dana desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga desa terdampak Covid-19. Penggunaan dana desa untuk penyaluran BLT diatur dalam Permendesa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 yang merupakan revisi Permendesa PDTT Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.
Apa saja yang diatur dalam peraturan Menteri Desa itu?
Dalam peraturan tersebut, untuk pagu dana desa kurang dari 800 juta rupiah, alokasi BLT ditetapkan 25 persen dari dana desa. Sementara untuk pagu 800 juta rupiah-1,2 miliar rupiah, alokasi BLT sebesar 30 persen. Sedangkan pagu dana desa di atas 1,2 miliar rupiah maksimal alokasi 35 persen.
Makanya, saya mengapresiasi Menteri Desa PDTT yang memberikan keluangan agar presentase dana desa itu jangan diatur terlalu ketat. n agus supriyatna/P-4
Redaktur: Khairil Huda
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Terapkan SDGs, Perusahaan Ini Konsisten Wujudkan Sustainability Action Plan
- 5 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final