Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tokoh Perubahan I Target Ambisius Abe Belum Terwujud

“Abenomics": Warisan Ekonomi Abe untuk Kebangkitan Jepang

Foto : AFP/JIJI PRESS

Shinzo Abe melambaikan tangan I Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe melambaikan tangan saat berangkat ke Indonesia di Bandara Internasional Tokyo di Tokyo.

A   A   A   Pengaturan Font

TOKYO - Mantan Perdana Menteri Jepang (PM), Shinzo Abe, meninggal pada usia 67 tahun, setelah ditembak saat berpidato dalam kampanye di Nara, Jumat (8/7). Kematiannya pertama kali dilaporkan oleh lembaga penyiaran publik NHK.

Abe merupakan perdana menteri terlama di Jepang hingga dia mengundurkan diri pada 2020. Sebagai PM terlama di Jepang, dia memperjuangkan reformasi ekonomi yang ambisius dan menjalin hubungan diplomatik utama sambil mengatasi skandal. Namun, kesehatannya yang buruk memaksanya untuk meninggalkan kantor.

Warisan ekonomi Abe ditentukan oleh strategi yang sama. Di bawah "Abenomics", dia berusaha untuk menyentak ekonomi Jepang kembali hidup setelah lebih dari dua dekade stagnasi menyusul runtuhnya gelembung aset di awal 1990-an.

Strategi Abe memiliki tiga "panah" yang ditujukan untuk memulai pertumbuhan ekonomi dan upah yang lebih tinggi: kebijakan moneter yang longgar, stimulus fiskal, dan reformasi ekonomi struktural.

Di bawah dua "panah" pertama, Abe, yang menjadi PM dari 2006 hingga 2007 dan 2012 hingga 2020, memimpin suku bunga yang sangat rendah dan pelonggaran kuantitatif bersama puluhan miliar dollar dalam pengeluaran untuk infrastruktur baru dan pemberian uang tunai.

Papan reformasi Abenomics bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memotong birokrasi dan pajak perusahaan, serta memperluas angkatan kerja negara yang menua dengan cepat dengan mendorong partisipasi lebih banyak wanita, manula, dan imigran.

"Kita harus melihat ke masa depan, daripada mengkhawatirkan masa kini," kata Abe dalam pidato tahun 2016 yang menguraikan visi ekonominya, " tegas dia.

Hasil yang Beragam

Abe lahir dari keluarga politik, di Tokyo, 21 September 1954. Sang kakek adalah PM Jepang periode 1957-1960, Nobusuke Keshoi. Sementara ayahnya adalah Shintaro Abe, yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

Kariernya bermula dari anggota parlemen pada tahun 1993 dan pada 2005 masuk dalam kabinet sebagai Kepala Sekretaris. Kariernya terus melesat hingga mencapai kursi PM Jepang pada 2006 saat berusia 52 tahun.

Selama menjabat, pertumbuhan ekonomi meningkat dari kelesuan tahun 1990-an dan 2000-an, ekspor meningkat, dan pengangguran turun ke level terendah dalam beberapa dekade.

Antara 2015 dan 2017, Jepang mencatat pertumbuhan positif delapan kuartal berturut-turut, rekor terpanjang dalam hampir 30 tahun.

Selama hampir delapan tahun jabatan kedua Abe sebagai perdana menteri (tidak termasuk tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 menggelincirkan ekonomi), menurut analisis oleh ekonom Kaya Keiichi, pertumbuhan PDB riil rata-rata Jepang hanya 0,9 persen.

Target ambisius Abe untuk meningkatkan PDB nominal menjadi 600 triliun yen pada 2020 tidak pernah terwujud dan tetap tidak terpenuhi hingga hari ini.

Selain itu, inflasi dan pertumbuhan upah di bawah ekspektasi sehingga menghambat pencapaian ekonomi yang dicapai.

Sementara penerus langsung dan sekutu Abe, Yoshihide Suga, berjanji untuk melanjutkan Abenomics. Perdana Menteri saat ini, Fumio Kishida, telah berusaha menjauhkan diri dari strategi tersebut, malah menggembar-gemborkan sebuah "kapitalisme baru" yang lebih menyesuaikan diri dengan kesenjangan antara kaya dan miskin.

Asahi Shimbun melaporkan, bulan lalu, Abe mencap sebuah makalah kebijakan ekonomi yang disusun oleh para politisi di Partai Demokrat Liberal sebagai "idiot", setelah mantan pemimpin itu menganggap proposal itu kritis terhadap kebijakan ekonomi khasnya.

Jeffrey Halley, analis pasar senior untuk Asia Pasifik di OANDA, mengatakan Abenomics telah menghasilkan "hasil yang beragam".

"Kurangnya keinginan untuk menerapkan panah ketiga reformasi ekonomi dan perdagangan, ketika Jepang kembali ke jalan yang mengakar, berarti panah-panah lainnya hanya benar-benar berhasil menjaga lampu tetap menyala sepanjang tahun 2010-an," kata Halley kepada Al Jazeera.SB/aljazeera/And


Redaktur : andes
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top