Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

11 Tahun Berlalu, Sosok Ibu Perantau Dalam Foto Ikonis Kisahkan Kehidupan Barunya

Foto : Antara
A   A   A   Pengaturan Font

BEIJING, -- Pada 30 Januari 2010, hari pertama "Chunyun" atau periode arus mudik Festival Musim Semi (Imlek) tahun itu, seorang ibu muda berjalan susah payah menuju stasiun kereta api. Di punggungnya terpanggul sebuah karung besar berisi kebutuhan sehari-hari, sementara tangan kirinya memegang sebuah tas lusuh dan tangan kanannya menggendong seorang bayi.

Koresponden Xinhua, Zhou Ke, mengabadikan momen itu di Stasiun Kereta Api Nanchang di Nanchang, Provinsi Jiangxi, China timur. Dengan judul "Anakku, Ibu Membawamu Pulang", foto itu dengan cepat menjadi viral di internet.

Meskipun wanita muda itu terbebani dengan bawaannya yang berat, matanya yang penuh kebulatan tekad menggetarkan hati banyak orang dan kemudian menjadi wajah keibuan dari Chunyuntahunan itu, ketika ratusan juta warga China mudik ke kampung halaman mereka untuk berkumpul dengan keluarga saat Tahun Baru Imlek.

Foto yang viral itu mendorong Zhou untuk mencari sosok ibu tersebut, yang tidak meninggalkan informasi kontaknya. Setelah menunjukkan foto itu kepada begitu banyak orang yang diwawancarai, bulan lalu, Zhou menemukan Bamu Yubumu di kampung halamannya, di wilayah Yuexi yang terletak di Prefektur Otonom Etnis Yi Liangshan, Provinsi Sichuan, China barat daya.

Bamu Yubumu diwawancarai oleh Xinhua di Prefektur Otonom Etnis Yi Liangshan, Provinsi Sichuan, China barat daya, pada 22 Januari 2021. (Xinhua/Zhou Ke)

"Dulu kami hidup dalam kekurangan, jadi saya pergi bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga," kata wanita berusia 32 tahun dari kelompok etnis Yi itu, mengenang kembali foto yang diabadikan saat dia bergegas pulang setelah bekerja di Nanchang selama lima bulan tersebut.

Dia mengingat dengan jelas betapa sulitnya perjalanan itu, yang memakan waktu tiga hari dua malam dengan moda transportasi kereta api dan bus. Ibu muda itu mengemas roti, mi instan, popok bayi, bahkan selimut ke dalam tasnya, yang begitu besar sehingga banyak penumpang yang baik hati menawarkan diri untuk membantu membawakan barangnya.

Kampung halaman Bamu termasuk salah satu daerah yang dianggap paling sulit dalam kampanye pengentasan kemiskinan China karena kondisi alamnya yang keras.

Kemiskinan ekstrem pernah memaksa banyak perempuan setempat dari generasi-generasi sebelumnya untuk ditunangkan saat lahir, menikah pada usia 16 atau 17 tahun, dan menghabiskan sisa hidup mereka bertani dan mengurus keluarga.

Bamu menuturkan bahwa semua kenangan masa kecilnya dikelilingi pegunungan. Dia tidak berkesempatan mengenyam pendidikan di sekolah, tetapi berharap anak-anaknya bisa menikmati kehidupan yang lebih baik. Dia memutuskan untuk bergabung dengan para pekerja migran yang mencari pekerjaan dengan gaji lebih baik di kota.

Di Nanchang, Bamu bekerja di sebuah pabrik batu bata, dengan penghasilan sekitar 500 yuan (1 yuan = Rp2.170) per bulan. Gajinya tidak tinggi, katanya, tetapi bisa membantunya memberikan keadaan yang lebih baik bagi anak-anaknya.

Dalam foto kombo yang diabadikan pada 20 Januari 2021 ini, bagian atas menunjukkan Wuqi Labumu, putri tertua Bamu Yubumu, memperlihatkan rumah tua tempat dia dulu tinggal, sementara bagian bawah menunjukkan Wuqi Labumu sedang merapikan pakaian di kediaman barunya. (Xinhua/Zhou Ke)

Lebih banyak perubahan menanti Bamu setelah dia kembali ke rumah pada 2010. Di bawah pedoman pengentasan kemiskinan tertarget, yang menuntut pemerintah daerah untuk menyesuaikan upaya bantuan dengan kondisi lokal, semakin banyak penduduk desa mulai menanam tembakau yang lebih menguntungkan dan tanaman komersial lainnya, yang juga membawa harapan baru bagi Bamu dan suaminya.

Keluarga Bamu telah menanam jagung, buckwheat, dan kentang secara turun-temurun di atas lahan seluas 0,4 hektare.

Keluarga Bamu, yang memenuhi kriteria sebagai warga miskin, mendapat dukungan khusus, termasuk pendampingan dari beberapa petugas dan seorang teknisi pertanian. Di bawah bimbingan mereka, keluarga Bamu mulai menanam tembakau.

Dari uji coba hingga penanaman skala besar, upaya mereka membuahkan hasil. Pada 2020, keluarga Bamu tidak lagi termasuk dalam daftar penduduk miskin, dengan pendapatan tahunan mencapai 100.000 yuan.

Pindah ke rumah baru dengan struktur beton bertulang, yang dibangun dengan subsidi pemerintah, adalah salah satu perubahan paling mencolok dalam kehidupan Bamu.

"Tinggal di rumah seperti ini, yang bisa menahan air hujan agar tidak bocor ke dalam ruangan, adalah impian saya sejak kecil," ujar Bamu. Dia tinggal di rumah yang terbuat dari batu bata lumpur selama 30 tahun sebelum pindah.

Menurut pemerintah wilayah Yuexi, sekitar 82.000 keluarga miskin telah direlokasi ke rumah baru dan memperoleh akses listrik, air leding, dan jalan beton, berkat upaya pengentasan kemiskinan tertarget selama delapan tahun terakhir.

Bamu Yubumu berjalan bersama anak-anaknya di sebuah jalan yang baru dibeton di Desa Taoyuan pada 22 Januari 2021. (Xinhua/Zhou Ke)

Karena kurangnya sumber daya medis di kampung halamannya, Bamu kehilangan dua anaknya karena sakit. Salah satunya adalah bayi yang digendongnya dalam foto viral tersebut. Namun kini, setiap desa di Yuexi telah memiliki klinik, dan penduduk desa hanya perlu membayar sebagian kecil dari tagihan medis mereka setelah China memperluas cakupan asuransi kesehatan dasarnya.

Keluarganya juga menerima bantuan keuangan untuk perawatan kesehatan dan pendidikan. Keempat anaknya menerima pendidikan yang layak di sekolah.

Di sebuah sekolah menengah pertama di Yuexi, jumlah siswa meningkat dari 873 pada 2015 menjadi 2.425 tahun ini, dengan proporsi anak perempuan meningkat dari 15 persen menjadi 51 persen.

Pada 2018, desa tempat Bamu tinggal, Taoyuan, membangun jalan semen. Para siswa kini dapat berjalan ke sekolah hanya dalam waktu beberapa menit, alih-alih harus berjalan susah payah menyusuri jalan pegunungan yang berbatu-batu selama berjam-jam.

Lebih dari 700 juta orang seperti Bamu telah terangkat dari jurang kemiskinan di China selama lebih dari 40 tahun reformasi dan keterbukaan, berkontribusi pada lebih dari 70 persen pengurangan angka kemiskinan global.

Dengan pesatnya perkembangan infrastruktur China dan kondisi kehidupan pedesaan yang jauh membaik, pemandangan ibu muda perantau yang berjalan susah payah dengan karung besar di punggungnya semakin jarang ditemukan selama arus mudik Imlek.

Perjalanan pulang Bamu, yang dulu membutuhkan waktu tiga hari, kini bisa ditempuh hanya dalam 14 jam, berkat jaringan kereta cepat dan berbagai peningkatan infrastruktur lainnya.

"Dulu saya tidak pernah mengira kehidupan akan seperti saat ini," tutur Bamu sembari tersenyum. "Jadi, betapa pun beratnya hidup ini, kita tidak boleh gentar dan harus terus maju." Ant/P_4

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top