Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pihak Berwajib Bisa Usut Kejanggalan Data Beras

Foto : dok. pribadi
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kisruh perbedaan data terkait pangan antara Badan Pusat Statistika (BPS) dan Kementerian Pertanian (Kementan) masih ramai di lini masa. Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) juga ikut angkat bicara soal ini. Direktur PUKAT UGM Zaenal Arifin Mochtar, mendorong agar beberapa pihak dapat ikut campur untuk menyelesaikannya, termasuk Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jika memang ini tindakan memanipulasi data, kepolisian dan kejaksaan sejatinya harus andil untuk mengivestigasi. Akan tetapi, kalau memang sudah kuat ada indikasi korupsi di sana, KPK sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) juga harus berperan.Sedeharanan begini, memang ini mengarah ke perilaku korupsi, wajar dalam hal ini KPK harus ikut campur," kata Zainal, Kamis (25/10).
Ia mengatakan, melihat kasus ini sebelumnya kita harus betul-betul mengkaji bersama-sama dengan saksama. Danada kemungkinan Kementan memanipulasi data atau memang ada indikasin perilaku koruptif dalam masalah tersebut. Semuanya bisa saja terjadi karena pangan memang sangat potensial untuk dimainkan.
Hal senada dikemukakan Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas. Ia mengatakan, bahwa kejadiannya ini harusnya diivestigasi secara komprehensif lagi. Pasalnya, data yang sempat diklaim Kementan berbanding terbalik dengan data yang absah dari BPS.
"Kalau dikatakan metodenya yang berbeda, kan yang di-sampling dan disurvei itu sama. Apalagi untuk data nasionala, BPS itu kan dibentuk oleh Undang-Undang (UU), memiliki kewenangan untuk mengumpulkan data per instansi dan menjadi pusat data untuk nasional. Data BPS data official loh," katanya.
Menurut Firdaus, apa yang terjadi sekarang merupakan sebuah masalah dalam konteks kebijakam nasional. Hal ini telah menandakan bahwa data yang digaungkan sebelumnya memang tidak komprehensif.
ICW melalui Firdaus mendorong pihak yang memiliki wewenang dalam penindakan korupsi, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menidaklanjuti. KPK didorong untuk melakukan kroscek menyeluruh secara objektif berdasarkan dua data.
Secara umum Kementan harus memastikan apakah betul data BPS menunjukkan angka itu, atau memang harus mengakui kesalahan.Kemudian, dikatakannya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sebetulnya bisa mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) untuk melakukan audit komprehensif terkait neraca pangan Indonesia dan bagaimana kinerja penangan pangan Indonesia sehingga dapat didapatkan gambaran awal persoalan.
Lebih lanjut, Firdaus menambahkan kalau berbicara mengenai pemerintah yang professional, yang bekerja berdasarkan intergritas dan kepatutan, jika memang indikasi korupsi terbukti dilakukan tidak ada masalah presiden mengganti Menteri yang bersangkutan.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Badget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan , perbedaan yang cukup jauh antara perhitungan BPS terhadap proyeksi produksi padi dengan yang disajikan Kementan dianggap bukan hal yang bisa dimaklumi.
Untuk menangani hal ini, Ucok meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bekerja sama dengan KPK mengusut adanya potensi kerugian negara dalam pengelolahan anggaran di Kementan. Karena, sudah sangat kuat potensi korupsi yang ada.
Dikatakan Ucok, Menteri Pertanian (Mentan) Amran dalam masalah ini pantas utuk mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab, pencapaian target itu dapat menggambarkan kinerja menteri selama menjabat. Kalau Mentan tidak melakukan itu, ia menilai Mentan tidak tahu malu. Ant

Komentar

Komentar
()

Top