Marjin Bunga Bank Terlalu Tinggi
Gubernur BI, Agus Martowardojo
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan- Baca Juga: Penyusutan lahan pertanian
- Baca Juga: Produksi Padi pada Awal 2025 Naik Drastis, Mentan Beri Kabar Baik
Jakarta - Bank Indonesia (BI) menilai marjin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) industri perbankan domestik masih terlalu tinggi. Kondisi tersebut membuat perbankan nasional enggan berekspansi ke mancanegara. Gubernur BI, Agus Martowardojo, menyindir NIM perbankan saat ini sebesar lima persen terlalu tinggi.
Kondisi tersebut, menurut mantan Menteri Keuangan itu, menyebabkan kegiatan ekonomi kurang efisien. Di depan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (22/5), Agus menyebutkan NIM yang terlalu tinggi itu pula yang membuat perbankan domestik malasmalasan untuk ekspansi ke luar negeri. Sebab, keuntungan bunga yang diraih di dalam negeri jauh lebih besar.
"NIM perbankan itu yang saat ini di lima persen, seharusnya di 2,5 persen," kata Agus yang akan purnatugas, hari ini (23/5). Bahkan, dia menilai NIM perbankan di Indonesia tertinggi di dunia. NIM yang tinggi itu pula yang membuat perbankan Indonesia tidak tertarik ke luar negeri karena bisnis di Indonesia terlalu indah.
Agus mengatakan, karena wewenang pengawasan dan pengaturan perbankan di tubuh BI sudah dipisah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini BI mengatur atau mengakomodasi fungsi perbankan melalui kebijakan makroprudensial. "BI bisa melalui ranah makroprudensial," ujar dia.
Proyeksi Akhir Tahun
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, memproyeksikan hingga akhir tahun, NIM industri perbankan Indonesia masih di kisaran lima persen.
NIM merupakan selisih antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan dengan nilai bunga yang dibayarkan bank kepada pemberi simpanan, seperti deposito dan instrumen pendanaan lain. NIM juga menjadi cerminan tingkat profitabilitas bank. Dengan kondisi NIM yang relatif tinggi, perbankan diharapkan tak responsif terhadap kenaikan bunga acuan oleh BI beberapa waktu lalu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan peningkatan 7-Day Reverse Repo Rate oleh BI tidak otomatis turut menaikkan tingkat bunga kredit perbankan. "Tidak otomatis juga naik tingkat bunga kredit, kalaupun naik tidak proposional. Naik 0,25 (persen), ya sana tidak harus naik 0,25," kata Darmin, di Jakarta, Jumat (18/5).
Mantan gubernur BI itu juga menyatakan negara-negara lain juga sedang dalam tahap menaikkan suku bunga. Sementara itu, Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara, menilai perbankan tidak akan segera menaikkan bunga kredit karena memerlukan transisi tiga hingga lima bulan setelah BI menaikkan suku bunga acuan.
"Likuiditas bank yang cukup turut membuat suku bunga kredit di bank tidak langsung dinaikkan mengingat masih ada jarak cukup panjang," kata Bhima Yudhistira.
Ant/E-10
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 2 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 3 Kepercayaan Masyarakat Dapat Turun, 8 Koperasi Bermasalah Timbulkan Kerugian Besar Rp26 Triliun
- 4 Polresta Bukittinggi giatkan pengawasan objek wisata selama liburan
- 5 Cegah Kepunahan, Karantina Kepri Lepasliarkan 1.200 Burung ke Alam
Berita Terkini
- Pembangunan Turap Jadi Upaya Mengatasi Banjir di Cibodas dan Jatiuwung
- Pertamina instruksikan agen di Babel jual LPG subsidi sesuai HET
- Dokter hewan: Vaksinasi perkecil peluang sapi tertular PMK
- Polres Pekalongan ungkap kasus pembegalan berpistol viral di medsos
- SAR Manado evakuasi pendaki Gunung Klabat mengalami cedera kaki