G-20 Resmi Tangguhkan Pembayaran Utang 73 Negara Miskin
Foto : ISTIMEWA
Pertemuan kelompok negara G20 di Paris.
JAKARTA – Kelompok negara G-20, pada Jumat (13/11), dijadwalkan akan memberi persetujuan resmi kerangka kerja restrukturisasi utang puluhan negara miskin yang dilanda pandemi Covid-19.
Kelompok negara tersebut pada bulan lalu telah menyetujui perpanjangan enam bulan inisiatif penangguhan utang, namun muncul desakan agar mereka memberikan penangguhan dalam jumlah yang lebih besar. Hal itu karena banyak negara tidak dapat lagi melunasi utang akibat pengeluaran untuk memerangi pandemi dan krisis ekonomi.
Sebuah sumber di Kementerian Keuangan Prancis mengatakan kerangka kerja itu dibuat setelah kelompok negara-negara kaya itu belajar dari banyaknya kasus permintaan untuk menjadwal ulang, mengurangi, dan bahkan menghapus utang.
“Kerangka kerja yang akan disetujui Jumat oleh menteri keuangan G-20, memperbaiki prinsip-prinsip umum untuk 20 anggota Paris Club, serta lima negara anggota G-20, Tiongkok, India, Arab Saudi, Afrika Selatan, dan Turki,” kata sumber itu.
Disebutkan bahwa sebanyak 73 negara berhak atas restrukturisasi utang itu, termasuk 38 negara di Afrika Utara.
“Ini merupakan kesepakatan bersejarah karena ini adalah pertama kalinya negara-negara menyetujui kerangka kerja bersama di luar Paris Club, di mana Tiongkok bukan anggota meskipun Beijing sejauh ini merupakan pemberi pinjaman teratas di dunia,” tambah sumber itu.
Paris Club telah mempersatukan negara-negara industri yang sebelumnya merupakan negara utama yang memberikan pinjaman kepada negara berkembang. Tetapi selama dua dekade terakhir, Tiongkok membiayai banyak proyek di negara berkembang, termasuk sebagai bagian dari Proyek “Belt and Road Initiative” . Proyek tersebut untuk membangun infrastruktur guna mendukung perdagangan.
Sumber itu menjelaskan, Tiongkok dan negara lain perlu dimasukkan dalam program pengurangan utang itu. “Sebelumnya, Paris Club akan menyetujui pengurangan. Sementara itu, Tiongkok atau Arab Saudi minta terus dibayar atau mereka mengambil aset pembayaran, seperti pelabuhan, sebagai imbalan untuk melunasi utang,” kata sumber itu.
Partisipasi Swasta
Kemajuan lainnya yang dicapai adalah kesepakatan akan memaksa pemberi pinjaman swasta untuk berpartisipasi. Mereka tidak berpartisipasi dalam moratorium, tetapi berdasarkan prinsip “perbandingan perlakuan” mereka perlu menyetujui tindakan serupa yang diadopsi oleh pemberi pinjaman resmi.
Dana Moneter Internasional (IMF) dipandang akan memainkan peran kunci dalam setiap restrukturisasi utang, karena penerima manfaat akan diminta untuk setuju dengan lembaga itu mengenai kebijakan ekonomi yang diperlukan untuk memastikan sisa utang mereka berkelanjutan.
Moratorium tersebut memungkinkan 46 negara untuk menunda pembayaran utang sebesar 5,3 miliar dollar AS hingga 2022–2024, dari 30 miliar dollar AS yang jatuh tempo tahun ini.
“Seperempat dari utang 71,5 miliar dollar AS milik 46 negara ini adalah ke Tiongkok,” ujar Bank Dunia. n SB/AFP/E-9
Submit a Comment